Pengertian Kepribadian
a. Kepribadian dalam bahasa Inggris disebut personality. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani “persona” yang berarti topeng. Istilah ini lalu diadopsi oleh orang-orang Roma dan mendapatkan konotasi baru yaitu “sebagaimana seseorang nampak di hadapan orang lain”. Konotasi ini seakan-akan menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah diri orang tersebut sebenarnya. Tetapi sekarang konotasi ini sudah banyak berubah. Para psikolog dan filsuf mulai sepakat bahwa manifestasi kepribadian dapat dilihat dari:
1). kenyataan yang bersifat biologis.
2). kenyataan psikologis.
3). kenyataan sosial.
Ketiga kenyataan tersebut menggejala menjadi satu kesatuan yang disebut kepribadian.
Pandangan seperti itu sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gordon W. Allport yang menyatakan:
“Kepribadian adalah organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam diri individu yang menetukan caranya yang khas (unik) dalam penyesuaian dengan lingkungan”
Pembentukan Kepribadian
Menurut Atkinson dkk (1993) ketika bayi lahir, ia membawa potensialitas tertentu. Karakteristik fisik, seperti warna mata, warna rambut, bentuk tubuh, bentuk hidung pada dasarnya ditentukan pada saat konsepsi (pertemuan sel telur denga sperma). Ada bukti-bukti yang menyakinkan bahwa reaksi emosi bersifat bawaan.
Penelitian bayi yang baru lahir (Thomas dan Chess dalam Atkinson dkk, 1993) menemukan bahwa perbedaan karakteristik seperti: tingkat keaktifan, rentang perhatian, kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan, suasana hati pada umumnya dapat diamati segera setelah kelahiran. Orang tua memberikan respon yang berbeda terhadap bayi yang mempunyai karakteristik yang berbeda. Proses interaksi timbal balik orang tua dengan bayi memperkuat karakteristik kepribadian yang dibawa sejak lahir.
Contoh: bayi yang berhenti menangis apabila didekap atau ditimang, akan lebih senang digendong dibandingkan dengan bayi yang memalingkan kepalanya dan tetap menangis apabila didekap atau ditimang oleh orang tuanya. Akibatnya bayi pertama akan lebih sering digendong daripada bayi kedua. Ini berarti predisposisi awal lebih diperkuat oleh respon orang tua. Predisposisi biologis yang dibawa sejak lahir dibentuk melalui pengalaman yang diperoleh dalam proses perkembangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukkan kepribadian
1. Faktor Biologis
Dari kenyatan bahwa perbedaan suasana hati dan tingkat aktivitas dapat diamati segera setelah kelahiran, ini berarti terdapat adanya faktor genetik. Penelitian tentang pengaruh faktor genetik terhadap kepribadian ini difokuskan pada penelitian terhadap anak kembar. Loehlin dan Nichols (dalam Atkinson, dkk, 1993), meneliti 139 anak kembar yang mempunyai jenis kelamin sama (umur rata-rata 55 bulan/5 tahun kurang) dinilai oleh ibu mereka berdasarkan beberapa karakteristik tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan kembar identik (memiliki semua gen yang sama) jauh lebih serupa dibandingkan kembar fraternal (memiliki separuh gen yang sama) misalnya dalam hal reaktivitas emosional, tingkat aktivitas dan kemampuan sosial. Jika tes kpribadian diberikan kepada orang kembar dewasa biasanya kembar identik memberikan jawaban yang lebih mirip daripada kembar fraternal.
2. Faktor Pengalaman
Para ahli psikologi membedakan 2(dua) macam pengalaman yang mempengaruhi kepribadian manusia, yaitu:
a. Pengalaman Umum (Common Experience)
Semua keluarga dalam suatu budaya tertentu memiliki keyakinan, kebiasaan, dan nilai-nilai. Selama perkembangannya anak belajar untuk berprilaku sesuai dengan keyakinan, kebiasaan dan nilai-nilai dalam budaya tersebut.
Setiap masyarakat selalu memiliki nilai-nilai, prinsip-prinsip moral, cara-cara hidup yang dihayati oleh semua anggota masyarakat. Anak akan dididik berdasarkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Karena itu kita menemukan adanya ciri-ciri budaya yang melekat pada kepribadian. Orang yang didik dalam budaya timur yang lebih memprioritaskan nilai keharmonisan akan sedikit mengorbankan kejujuran. (saya tidak boleh berbicara blak-blakan kalau kita akan menyakiti hati anda dan merusak keharmonisan hubungan kita). Sebaliknya orang yang dididik dan dibesarkan dalam budaya yang mengutamakan kejujuran akan sedikit mengorbankan keharmonisan.( saya akan mengatakan apa adanya. Walaupun itu akan membuat anda sakit hati dan mengganggu keharmonisan hubungan kita.)
b. Pengalaman Unik (Unique Experience)
Di luar warisan biologis yang unik dan pengaruh nilai-nilai budaya tertentu, individu dibentuk oleh pengalaman khusus. Misalnya penyakit yang disertai pemulihan dalam waktu lama dapat menimbulkan kegemaran untuk dirawat. Penantian kesembuhan tersebut dapat mempengaruhi kepribadian. Kematian orang tua, kecelakaan traumatis merupakan pengalaman pribadi (bersifat unik) akan mempengaruhi kepribadian.
Teori-teori Kepribadian
Teori-teori Kepribadian terdiri dari:
· Pendekatan Tipologi dan Trait
· Pendekatan Psikodinamika
· Teori Social-Learning
· Pendekatan Fenomenologis.
1. Pendekatan Tipologi dan Trait
Pendekatan Tipologis pertama kali diajukan oleh Hipocrates (460-377 Sebelum Masehi). Ia mendasarkan tipologinya pada cairan-cairan tubuh yang mempengaruhi temperamen seseorang. Ia membagi kepribadian menjadi 4(empat) tipe menurut nama cairan yang dominan mempengaruhinya, yaitu:
a. Melankolik, cairan yang dominan mempengaruhi adalah empedu hitam. Individu yang melankolik mempunyai sifat murung, depresif.
b. Sanguinis, cairan yang dominan mempengaruhi adalah darah. Individu yang sanguinis mempunyai sifat gembira, optimistik.
c. Kholerik, cairan yang dominan mempengaruhi adalah empedu kuning. Individu kholeris mempunyai sifat mudah marah.
d. Phlegmatik, cairan yang dominan mempengaruhi adalah lendir. Individu phlegmatis mempunyai sifat tenang, lamban, tidak mudah dirangsang.
2. Pendekatan Psikodinamika
Teori kepribadian dengan pendekatan psikodinamika sangat dipengaruhi oleh Sigmund Freud (1856-1939), bapak Psikoanalis yang sangat terkenal. Apapun kelemahannya sebagai teori ilmiah, penjelasan tentang kepribadian menurut psikoanalisis tetap merupakan teori kepribadian yang paling komprehensif dan berpengaruh.
Freud memulai karir ilmiahnya sebagai seorang ahli neurologi yang mengobati pasien yang mengalami berbagai gangguan “saraf” dengan prosedur kedokteran konvensional. Karena seringkali gagal, ia mencoba teknik lain dan akhirnya menemukan metoda asosiasi bebas. Dengan mendengarkan secara cermat asosiasi bebas secara verbal tersebut, Freud mendeteksi tema konsisten yang merupakan manifestasi keinginan dan rasa takut bawah sadar.
3. Teori Social-Learning
Teori Kepribadian yang mendasarkan pada “Social-Learning” menekankan pengaruh dari lingkungan atau keadaan situasional terhadap perilaku. Tokoh yang mengembangkan teori ini adalah Rotter, Dollard, Miller, dan Bandura. Para ahli tersebut berpendapat bahwa perilaku merupakan hasil interaksi yang terus menerus antara variabel-variabel pribadi dengan lingkungan. Lingkungan membentuk pola-pola perilaku melalui proses belajar-mengajar. Sedangkan variabel-variabel pribadi mempengaruhi pola-pola dalam lingkungan. Individu dan situasi saling mempengaruhi.
4. Pendekatan Fenomenologis
Atkinson dkk (1987) menyatakan bahwa teori kepribadian yang membahas objek studinya secara fenomenologis terdiri dari beberapa teori yang berbeda, tetapi mempunyai dasar yang sama yaitu pengalaman subjektif yaitu pandangan pribadi individu terhadap dunianya. Mereka juga disebut aliran humanistik karena teori-teorinya menekankan pada kualitas-kualitas yang membedakan manusia dengan binatang, yaitu kebebasan untuk memilih (freedom for choice) dan kemampuan untuk mengarahkan perkembangannya sendiri (Self-direction). Banyak ahli menyebut teori tersebut sebagai “self-theorities”, karena teori-teori tersebut membahas pengalaman-pengalaman batin, pribadi, yang berpengaruh terhadap proses pendewasaan diri seseorang. Tokoh-tokoh utama pendekatan ini adalah C. R. Rogers dan A. H. Maslow.
Pengukuran Kepribadian
Dalam kehidupan sehari-hari kita sebenarnya sering mengukur kepribadian orang lain. Dalam hal ini biasanya kita menilai berdasarkan stereotipe dari ciri-ciri kelompok, misalnya orang kota itu individualis, orang Jawa halus, orang Barat disiplin dan lain sebagainya. Kita juga cenderung menilai hanya berdasarkan salah satu ciri tertentu yang kita sukai atau tidak kita sukai. Penilaian dengan cara ini sangat menyesatkan dan disebut hallo effect.
1. Metoda Observasi
2. Metoda Inventori
3. Teknik Proyektif
Penilaian kepribadian dibidang psikologi tidak bermaksud untuk memberikan label nilai-nilai moral (value labels), tetapi untuk mendeskripsikan perilaku sebagaimana adanya. Terdapat 3(tiga) metoda pengukuran kepribadian, yaitu:
Seorang observer yang sudah terlatih dapat melakukan observasi terhadap perilaku yang terjadi sehari-hari atau alamiah, yang terjadi dalam situasi eksperimen, maupun dalam konteks khusus untuk suatu observasi. Informasi yang diperoleh melalui metoda ini dapat dicatat pada suatu tabel, seperti skala rating (Rating Scale) atau tabel yang lain. Alat bantu yang lain seperti foto, kamera, video dapat digunakan.
Metode ini mengandalkan pada hasil observasi subjek terhadap dirinya sendiri. Inventori kepribadian merupkan pertanyaan-pertanyaan atau pertanyaan-pertanyaan yang harus diisi atau dipilih oleh subjek berdasarkan ciri-ciri yang dianggap ada dalam dirinya sendiri.
Cara lain yang banyak digunakan untuk mengukur kepribadian adalah dengan teknik proyektif. Asumsi dasarnya ialah bahwa untuk memperoleh gambaran yang bulat tentang seseorang diperlukan kebebasan untuk mengekspresikan diri. Tes proyektif yang digunakan dalam metode ini biasanya berupa suatu rangsang (berbentuk gambar) yang sifatnya sangat ambigu, tidak jelas.
Bila dihadapkan dengan situasi semacam ini, individu akan mencoba menerapkan persepsinya yang sudah dipengaruhi oleh berbagai pengalamannya di masa lampau. Ekspresinya di dalam mengungkapkan apa yang dilihat bisa cukup bebas karena gambar itu bisa ditafsirkan sesuka hati individu. Tes Rorschach (Tes Ro) mempunyai rangsang dengan taraf ambiguitas yang cukup tinggi. Rangsang-rangsang dalam tes Ro adalah berupa bercak-bercak tinta. Tes Ro ini cukup populer di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA:
Prabowo, Hendro.1998. Psikologi Umum 2. Jakarta: Universitas Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar